Powered By Blogger

Thursday, 28 June 2012

Etnografi at Public Place of Surabaya


Di semester empat ini saya mendapat tugas Etnografi dalam mata kuliah Indonesia Society and Culture. Asyik sekali tugas ini dimana saya harus berperan sebagai komunitas yang saya teliti. Sayangnya saya tidak dapat menuliskan laporan saya dalam site ini karena lebih dari 40 halaman. Hanya sekilas saja tentang tugas kebudayaan ini.

Etnografi sendiri mempunyai mempunyai definisi penelitian untuk mendiskripsikan kebudayaan sebagaimana adanya. Penelitian etnografi adalah kegiatan pengumpulan bahan keterangan atau data yang dilakukan secara sistematik mengenai cara hidup serta berbagai aktivitas sosial dan berbagai benda kebudayaan dari suatu masyarakat. Berbagai peristiwa dan kejadian unik dari komunitas budaya akan menarik perhatian peneliti etnografi (Suwardi, 2006:51). Pendapat sejalan dipaparkan oleh Koentjaraningrat (1990:33) bahwa pengertian etnografi sudah baku yaitu meliputi unsur-unsur kebudayaan secara universal, yaitu bahasa, sistem teknologi, sistem ekonomi, organisasi sosial, sistem pengetahuan, kesenian, dan sistem religi.

Dari pemaparan singkat tentang definisi etnografi diatas, kita tahu bahwa etnografi adalah penelitian kebudayaan yang mendalam untuk mendiskripsikan suatu komunitas dilihat dari sistem tertentu secara specific tentang kehidupan sosial. Dalam penelitian ini, saya mengambil tema persaingan. Persaingan identik dengan jual beli atau perdagangan. Oleh karena itu, saya mengambil judul Persaingan Kelompok Pedagang Keliling Kopi Susu di salah satu taman kota Surabaya.

Sejak pertengahan tahun 2007, pemerintah kota Surabaya secara gencar menggalakan program pembangunan taman-taman kota. Selain sebagai paru-paru kota, taman yang dibangun juga mempunyai fungsi sebagai sarana rekreasi, sarana edukatif dan kegiatan ekonomi dengan adanya sentra pedagang kaki lima. Dengan adanya taman kota, masyarakat kota Surabaya khususnya dapat memanfaatkan taman kota sebagai tempat rekreasi murah di saat weekend. Banyaknya warga kota yang mengunjungi taman kota setiap malamnya di salah satu taman kota yang terletak di pusat kota, saya tertarik dengan para pedagang kopi susu keliling. Ide kreatif mereka layak diberi acungan dua jempol. Memanfaatkan segala peluang untuk mengais rejeki dengan modal yang sangat sederhana bahkan bisa menghutang atau gali tutup.

Kegiatan pengunjung di taman kota di pusat kota ini tidak lain hanya untuk cangkruk’an mengobrol sembari menikmati suasana malam kota Surabaya. Pengunjung menghabiskan waktu di taman kota ini tidak jarang hingga menjelang subuh di saat weekend atau malam minggu sebagai puncak keramaian. Ini juga tidak lepas dari hobi saya dengan  mas sepupu saya ketika kita memerlukan tempat untuk sharing. Sempat bingung tentang apa yang harus saya teliti dalam tugas ini, tapi keberadaan bu Siti (sebut saja itu nama pedagang kopi susu langganan saya) memberikan sedikit pencerahan. Ketika itu hari minggu malam sekitar pukul 22.45 saya mengunjungi taman favorit saya seperti biasanya masih dengan mas sepupu saya. Tapi berbeda dari suasana biasanya, taman ini tampak sepi. Ternayata sedang ada obrakan polisi pamong praja. Saya memutuskan ingin makan saja lha daripada ikutan tegang di tengah pengusiran pedagang. Di tengah jalan kaki menuju warung soto langganan saya, mas saya menyapa bu Siti. Saya tertarik emnanyai tentang apa yang terjadi di pusat taman yang biasanya ibu ini berjualan di sana. Ibu setengah abad itu menceritakan detail tentang bagaimana ia berdagang dan kawan-kawanya. Ide saya muncul mendadak. Saya ambil HP dan menanyai bu Siti dengan bahasa jawa’an kental dengan logat Suroboyoan. Saya dapat satu sumber detail. Setiba dari rumah, saya masukkan semua data di HP ke dalam PC dan saya ulang melihat data-data yang telah saya kumpulkan.

Berselang tiga hari setelah itu saya ada jam mata kuliah Indonesia Society and Culture. Saya berikan judul penelitian, latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, dan metode penelitian. Selang satu minggu, dosen saya memberikan paraf untuk dapat melanjutkan penelitian tanpa ada perubahan apapun. Cap cusss …

Penelitian saya lakukan 5 kali. 2 kali sebagai pengunjung yang ada di tengah keberadaan pedagang kopi susu yang jumlahnya berjibun tidak terdaftar. Saya amati dengan seksama cara mereka bersaing untuk mendapatkan pelanggan secara detail. Sedikit mengintrogasi mereka dengan pertanyaan-pertanyaan yang sedikit nyerempet tapi tetap tidak menimbulkan jejak jika saya adalah peneliti. Berkorban kelempoken kopi dari satu pedagang ke pedagang lainya yang saya panggil untuk saya beli dagangannya demi mendapat data, he he. Sisa penelitian adalah 3x yang saya lakukan dengan berperan menjadi pedagang kopi susu dengan cara berkeliling taman. Dari ketiga hari tersebut, saya meminjam dari ketiga pedagang berbeda untuk saya jualkan dagangannya. Seru juga menjadi pedagang yang bisa berinteraksi dengan bermacam-macam karakter pelanggan. It’s my first time man !!! bermacam sekali pengalaman yang saya dapatkan. Mulai digodain komunitas anak kuliahan, ditawar untuk tidur dengan mas mas ganjen, menghadapi pelanggan yang cerewet, sampai saya diintrogasi oleh pengunjung yang todak mempercayai saya adalah pedagang karena merk sandal yang saya pakai. He he he, penyamaran yang Nampak kurang sempurna tanpa ada antisipasi jika ada pelanggan yang sangat teliti sekali. Pengalaman lain adalah dimana saya harus mempunyai strategi dagang karena harus bersaing diantara banyaknya pedagang kopi susu yang mempunyai tujuan saya yaitu mencari pelanggan untuk menjajahkan dagangan mereka. Hikmah yang sangat terasa adalah saya menjadi lebih sehat dengan menggotong termos kesana-kemari untuk mencari pelanggan ^_^ .

Hal lain yang tak kalah menarik adalah alat yang digunakan oleh pedagang kopi susu. Mereka menggunakan peralatan yang sama. Mulai dari termos dengan motif bunga, gelas kopi susu, gunting dan sendok. Air hangat mereka dapatkan dari warung yang sama juga atau semacam agen air panas. Modal pedagang disini bukan dari agen melainkan usaha mereka sendiri. Ada yang dari murni uang mereka sendiri, menghutang took atau meminjam modal dari tetangga. Harga yang dipatok untuk setiap kopi pun sama Rp 2.500,00/gelas kecuali satu kopi merek special. Merekapun masih mematok harga sama Rp 3.500,00/gelas. Wuih, untung yang setara pula. Berat sekali persaingan pada pola persaingan pasar sempurna seperti ini ketikam harga sudah dibentuk oleh pasar. Perbedaab diantara pedagang hanya terlihat pada keberagaman merek kopi yang mereka dagangkan dan cara bersaing mereka dalam menghadapi pelanggan.

Hanya sekilas pengalaman saya selama 5 kali dalam 5 hari berbeda menjadi etnografer. Banyak sekali saya dapatkan pelajaran tentang kehidupan keras para pedagang untuk memenuhi kehidupan mereka di tengah ramainya kehidupan Metropolitan. Salah satunya adalah lebih bersyukur pada kehidupan yang sudah saya dapat ini. My great assignment which can give me more understanding about life.

Thanks Allah for blessing.

Refrensi:

Endraswara, Sueardi. 2006. Metodologi Penelitian Kebudayaan. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Koentjaraningrat. 1990. Sejarah Teori Antropologi I dan II. Jakarta: UI-Press.

No comments:

Post a Comment